Abubakar
Zulfikri
20211055
4EB07
1.
Etika Dalam Auditing
Etika dalam auditing
adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti
secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan ekonomi, dengan tujuan untuk
menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut, serta penyampaian
hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Auditor harus bertanggung jawab untuk
merencanakan dan melaksanakan audit dengan tujuan untuk memperoleh keyakinan
memadai mengenai apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik
yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.
1.1
Kepercayaan Publik
Kepercayaan
masyarakat umum sebagai pengguna jasa
audit atas independen sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik.
Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi
auditor ternyata berkurang, bahkan kepercayaan masyarakat juga bisa menurun
disebabkan oleh keadaan mereka yang berpikiran sehat (reasonable) dianggap
dapat mempengaruhi sikap independensi tersebut.
Untuk
menjadi independen, auditor harus secara intelektual jujur, bebas dari setiap
kewajiban terhadap kliennya dan tidak mempunyai suatu kepentingan dengan
kliennya baik merupakan manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan.
Kompetensi dan independensi yang dimiliki oleh auditor dalam penerapannya akan
terkait dengan etika. Akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga standar
perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka bernaung,
profesi mereka, masyarakat dan diri mereka sendiri dimana akuntan mempunyai
tanggung jawab menjadi kompeten dan untuk menjaga integritas dan obyektivitas
mereka.
1.2 Tanggung
Jawab Auditor Kepada Publik
Kepentingan
publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani
secara keseluruhan. Publik akan mengharapkan akuntan untuk memenuhi tanggung
jawabnya dengan integritas, obyektifitas, keseksamaan profesionalisme, dan
kepentingan untuk melayani publik. Para akuntan diharapkan memberikan jasa yang
berkualitas, mengenakan jasa imbalan yang pantas, serta menawarkan berbagai
jasa dengan tingkat profesionalisme yang tinggi. Atas kepercayaan publik yang
diberikan inilah seorang akuntan harus secara terus-menerus menunjukkan
dedikasinya untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
Ketika
auditor menerima penugasan audit terhadap sebuah perusahaan, hal ini membuat
konsequensi terhadap auditor untuk bertanggung jawab kepada publik. Penugasan
untuk melaporkan kepada publik mengenai kewajaran dalam gambaran laporan
keuangan dan pengoperasian perusahaan untuk waktu tertentu memberikan
”fiduciary responsibility” kepada auditor untuk melindungi kepentingan
publik dan sikap independen dari klien yang digunakan sebagai dasar dalam
menjaga kepercayaan dari publik.
1.3
Tanggung Jawab Dasar Auditor
Sebelum
auditor bertanggung jawab kepada publik, maka seorang auditor memiliki tanggung
jawab dasar. The Auditing Practice Committee, yang merupakan cikal bakal dari
Auditing Practices Board, ditahun 1980, memberikan ringkasan (summary) tanggung
jawab dasar auditor :
a) Perencanaan,
Pengendalian dan Pencatatan. Auditor perlu merencanakan, mengendalikan dan
mencatat pekerjannya.
b) Sistem
Akuntansi. Auditor harus mengetahui dengan pasti sistem pencatatan dan
pemrosesan transaksi dan menilai kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan
keuangan.
c) Bukti
Audit. Auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk
memberikan kesimpulan rasional.
d) Pengendalian
Intern. Bila auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan pada pengendalian
internal, hendaknya memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan
compliance test.
e) Meninjau
Ulang Laporan Keuangan yang Relevan. Auditor melaksanakan tinjau ulang laporan
keuangan yang relevan seperlunya, dalam hubungannya dengan kesimpulan yang
diambil berdasarkan bukti audit lain yang didapat, dan untuk memberi dasar
rasional atas pendapat mengenai laporan keuangan.
1.4 Independensi
Auditor
Independensi
adalah keadaan bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain.
Terdapat tiga aspek independensi seorang auditor, yaitu sebagai berikut :
a) Independence
in fact (independensi dalam fakta). Artinya auditor harus mempunyai
kejujuran yang tinggi, keterkaitan yang erat dengan objektivitas.
b) Independence
in appearance (independensi dalam penampilan). Artinya pandangan pihak
lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit.
c) Independence
in competence (independensi dari sudut keahliannya). Independensi dari
sudut pandang keahlian terkait erat dengan kecakapan profesional auditor.
Auditor
diharuskan bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia
melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan di dalam hal ia
berpraktik sebagai auditor intern). Tujuan audit atas laporan keuangan oleh
auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang
kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha,
perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia.
Setiap
auditor harus memiliki sifat independent yang artinya bebas tidak terikat.
Maksudnya adalah setiap auditor harus memiliki pendapat sendiri mengenai objek
yang di auditnya tidak mudah terpengaruh oleh pihak lain. Hal itu merupakan
salah satu upaya untuk mendapatkan kepercayaan publik terhadap kinerja auditor.
Auditor tidak bertanggung jawab terhadap laporan keuangan perusahaan. Karena
itu merupakan tanggung jawab dan tugas manajemen perusahaan. Auditor hanya
bertanggung jawab sebatas opini/pendapat dari hasil auditnya. Apakah laporan
keuangan tersebut layak atau tidak.
1.5 Peraturan Pasar Modal
dan Regulator Mengenai Independensi Akuntan Publik
Pasar
modal memiliki peran yang sangat besar terhadap perekonomian Indonesia.
institusi yang bertugas untuk melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan
sehari-hari kegiatan pasar modal di Indonesia adalah Badan Pengawas Pasar Modal
atau Bapepam. Bapepam mempunyai kewenangan untuk memberikan izin, persetujuan,
pendaftaran kepada para pelaku pasar modal, memproses pendaftaran dalam rangka
penawaran umum, menerbitkan peraturan pelaksanaan dari perundang-undangan di
bidang pasar modal, dan melakukan penegakan hukum atas setiap pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Penilaian
kecukupan peraturan perlindungan investor pada pasar modal Indonesia mencakup
beberapa komponen analisa yaitu;
1. Ketentuan
isi pelaporan emitmen atau perusahaan publik yang harus disampaikan kepada
publik dan Bapepam,
2. Ketentuan
Bapepam tentang penerapan internal control pada emitmen atau perusahaan public,
3. Ketentuan
Bapepam tentang, pembentukan Komite Audit oleh emitmen atau perusahaan public,
4. Ketentuan
tentang aktivitas profesi jasa auditor independen.
Seperti
regulator pasar modal lainnya Bapepam mempunyai kewenangan untuk memberikan
izin, persetujuan, pendaftaran kepada para pelaku pasar modal, memproses
pendaftaran dalam rangka penawaran umum, menerbitkan peraturan pelaksanaan dari
perundang-undangan di bidang pasar modal, dan melakukan penegakan hukum atas
setiap pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Salah
satu tugas pengawasan Bapepam adalah memberikan perlindungan kepada investor
dari kegiatan-kegiatan yang merugikan seperti pemalsuan data dan laporan
keuangan, window dressing,serta lain-lainnya dengan menerbitkan peraturan
pelaksana di bidang pasar modal. Dalam melindungi investor dari ketidakakuratan
data atau informasi, Bapepam sebagai regulator telah mengeluarkan beberapa
peraturan yang berhubungan dengan kereablean data yang disajikan emiten
baik dalam laporan tahunan maupun dalam laporan keuangan emiten.
Ketentuan-ketentuan
yang telah dikeluarkan oleh Bapepam antara lain adalah Peraturan Nomor: VIII.A.2/Keputusan
Ketua Bapepam Nomor: Kep-20/PM/2002 tentang Independensi Akuntan yang
Memberikan Jasa Audit Di Pasar Modal. Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
a) Periode
Audit adalah periode yang mencakup periode laporan keuangan yang menjadi objek
audit, review, atau atestasi lainnya.
b) Periode
Penugasan Profesional adalah periode penugasan untuk melakukan pekerjaan
atestasi termasuk menyiapkan laporan kepada Bapepam dan Lembaga Keuangan.
c) Anggota
Keluarga Dekat adalah istri atau suami, orang tua, anak baik di dalam maupun di
luar tanggungan, dan saudara kandung.
d) Fee Kontinjen
adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional
yang hanya akan dibebankan apabila ada temuan atau hasil tertentu dimana
jumlah fee tergantung pada temuan atau hasil tertentu tersebut.
e) Orang
Dalam Kantor Akuntan Publik adalah orang yang termasuk dalam penugasan audit,
review, atestasi lainnya, dan/atau non atestasi yaitu: rekan, pimpinan,
karyawan professional, dan/atau penelaah yang terlibat dalam penugasan.
2.
Etika Dalam Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Manajemen
Etika
dalam akuntansi seringkali disebut sebagai suatu hal yang klasik. Hal tersebut
dikarenakan pengguna informasi akuntansi menggunakan informasi yang penting
serta membuat berbagai keputusan. Profesi dalam akuntansi keuangan memegang
rasa tanggung jawab yang tinggi kepada publik. Tindakan akuntansi yang tidak
benar, tidak hanya akan merusak bisnis, tetapi juga merusak auditor perusahaan
yang tidak mengungkapkan salah saji. Kode etik yang kuat dan tingkat kepatuhan
terhadap etika dapat menyebabkan kepercayaan investor sehingga mengarah kepada
hal yang kepastian dan merupakan hal yang keamananbagi para investor.
Para
akuntan dan auditor dapat menghindari dilema etika dengan memiliki pemahaman
yang baik tentang pengetahuan etika. Hal tersebut memungkinkan mereka dapat
membuat pilihan yang tepat. Mungkin hal itu tidak berdampak baik bagi
perusahaan tetapi dapat menguntungkan masyarakat yang bergantung pada akuntan
atau auditor. Aturan kode etik yang ada menjadi panutan bagi akuntan dan
auditor untuk mempertahankan standar etika dan memenuhi kewajiban mereka
terhadap masyarakat profesi dan organisasi yang mereka layani. Beberapa bagian
kode yang disoroti adalah integritas dan harus jujur dengan transaksi mereka,
objektivitas dan kebebasan dari konflik kepentingan, kebebasan auditor dalam
penampilan dan kenyataan, penerimaan kewajiban dan pengungkapan kerahasiaan
informasi non luar, kompetensi serta memiliki pengetahuan dan keterampilan
untuk melakukan pekerjaannya.
Etika
dalam akuntansi keuangan dan manajemen merupakan suatu bidang keuangan yang
merupakan sebuah bidang yang luas dan dinamis. Bidang ini berpengaruh langsung
terhadap kehidupan setiap orang dan organisasi. Ada banyak bidang yang dapat di
pelajari, tetapi sejumlah besar peluang karir tersedia di bidang keuangan.
Manajemen keuangan dengan demikian merupakan suatu bidang keuangan yang
menerapkan prinsip-prinsip keuangan dalam sebuah organisasi untuk menciptakan
dan mempertahankan nilai melalui pengambilan putusan dan manajemen sumber daya
yang tepat.
Akuntansi
keuangan adalah bagian dari akuntansi yang berkaitan dengan penyiapan laporan
keuangan untuk pihak luar, seperti pemegang saham, kreditor,pemasok, serta
pemerintah. Prinsip utama yang dipakai dalam akuntansi keuangan adalah
persamaan akuntansi di mana aktiva adalah harta yang dimiliki suatu perusahaan
digunakan untuk operasi perusahaan dalam upaya untuk menghasilkan pendapatan.
Sedangkan modal yaitu selisih antara aktiva dikurang hutang. Akuntansi keuangan
berhubungan dengan masalah pencatatan transaksi untuk suatu perusahaan atau
organisasi dan penyusunan berbagai laporan berkala dari hasil pencatatan
tersebut. Laporan ini yang disusun untuk kepentingan umum dan biasanya
digunakan pemilik perusahaan untuk menilai prestasi manajer atau dipakai
manajer sebagai pertanggungjawaban keuangan terhadap para pemegang saham. Hal
penting dari akuntansi keuangan adalah adanya Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
yang merupakan aturan- aturan yang harus digunakan didalam pengukuran dan
penyajian laporan keuangan untuk kepentingan eksternal. Dengan demikian,
diharapkan pemakai dan penyusun laporan keuangan dapat berkomunikasi melalui
laporan keuangan ini, sebab mereka menggunakan acuan yang sama yaitu SAK. SAK
ini mulai diterapkan di Indonesia pada 1994, menggantikan Prinsip-prinsip
Akuntansi Indonesia tahun 1984.
Akuntansi
manajemen adalah disiplin ilmu yang berkenaan dengan penggunaan informasi
akuntansi oleh para manajemen dan pihak-pihak internal lainnya untuk keperluan
penghitungan biaya produk, perencanaan, pengendalian dan evaluasi, serta
pengambilan keputusan. Definisi akuntansi manajemen menurut Chartered
Institute of Management Accountant, yaitu Penyatuan bagian manajemen yang
mencakup, penyajian dan penafsiran informasi yang digunakan untuk perumusan
strategi, aktivitas perencanaan dan pengendalian, pembuatan keputusan,
optimalisasi penggunaan sumber daya, pengungkapan kepada pemilik dan pihak
luar, pengungkapan kepada pekerja, pengamanan asset.
2.1
Tanggung Jawab Akuntan Pajak
Akuntan
pajak mempunyai beberapa tanggung-jawab kepada publik, melalui pemerintah.
Tanggung jawab akuntan pajak adalah bukan untuk suatu kepalsuan dalam suatu
kewajiban pajak, dan sebagai attestor, suatu kewajiban pajak adalah suatu
pernyataan/deklarasi atas sangsi dari kecurangan, dan informasi dari hasil
menyajikan laporan keuangan adalah benar, dan lengkap.
Tanggung
jawab utama praktisi pajak adalah sistem pajak. Suatu sistem pajak
yang baik dan kuat harus terdiri dari entitas administrasi pajak, kongres,
administrasi dan komunitas praktisi. Selain itu ketika secara umum
menyetujui bahwa praktisi pajak mempunyai kewajiban atas
kemampuan, loyalitas dan kerahasiaan klien, hal ini disebut juga tanggung
jawab praktisi atas sistem pajak yang baik.
Tanggung
jawab praktisi pajak yangg terakhir adalah
pentingnya pervasive(peresapan). Dalam hubungan antara praktisi dan
klien yang normal, kedua tanggung jawab dikenali dan dilaksanakan. Namun,
situasi ini sulit. Dalam beberapa situasi praktisi diperlukan untuk memutuskan
kewajiban yang berlaku dan dalam pelaksanaannya dapat disimpulkan bahwa
kewajiban atas sistem pajak yang tertinggi. Praktisi pajak membantu dalam
mengatur hukum pajak dengan jujur dan adil dalam pelayanan dan pengembangan kepercayaan
klien dalam integritas dan kepatuhan terhadap sistem pajak.
Praktisi
lebih baik melayani publik dengan mengadopsi suatu sikap. Aturan etika yang
fundamental dalam praktik perpajakan pada tingkat etika personal adalah
praktisi pajak harus mengijinkan klien untuk membuat keputusan final. Disamping
itu praktisi harus bertanggung jawab tidak menyediakan informasi yang salah
untuk pemerintah.
2.2
Etika Akuntan Pajak
Dalam
kaitannya dengan etika akuntan pajak, AICPA mengeluarkan Statemet on Responsibilities
in Tax Practice (SRTP). Adapun isinya adalah sebagai berikut:
1. Statement on
Responsibilities in Tax Services No. 1, Tax Return Positions (Posisi
Pengembalian Pajak)
Statemen
ini menetapkan standar masa depan yang bisa diterapkan untuk anggota
ketika merekomendasikan tingkat pengembalian pajak dan menyiapkan atau
menandatangani surat pembayaran pajak (termasuk klaim untuk lebih bayar) yang
disimpan dengan mengenakan pajak otoritas. Karena tujuan standar ini, suatu
nilai pajak terutang, (a) mencerminkan tingkat pengembalian pajak seperti yang
mana wajib pajak telah secara rinci membicarakannya dengan anggota atau (b)
suatu anggota mempunyai pengetahuan semua fakta yang bersifat material dan,
atas dasar fakta itu, telah menyimpulkan apakah posisinya sudah sesuai. Karena
tujuan standar ini, suatu wajib pajak adalah klien, pemberi kerja, atau pihak
ketiga lain penerima jasa pajak.
2. Statement on
Responsibilities in Tax Services No. 2, Answers to Questions on
Returns (Jawaban Pertanyaan atas Pengembalian)
Statemen
Ini menetapkan standar yang bisa diterapkan untuk anggota ketika menandatangani
suatu pajak kembalian jika atau mempertanyakan kelebihan pajak kembalian.
Istilah questionsincludes meminta informasi untuk pajak kembalian di dalam
perusahaan. Instruksi, atau di dalam peraturan, ya atau tidaknya dinyatakan
format suatu pertanyaan.
3. Statement on
Responsibilities in Tax Services No. 3, Certain Procedural Aspects of Preparing
Returns (Aspek prosedur tertentu dalam menyiapkan Pengembalian)
Dalam
menyiapkan atau menandatangani suatu pajak kembalian, suatu anggota dengan hati
jujur boleh mempercayakan, tanpa verifikasi, atas informasi yang
diberikan oleh wajib pajak atau dengan pihak ketiga. Bagaimanapun, suatu
anggota mestinya tidak mengabaikan tentang implikasi yang melengkapi informasi
tersebut dan perlu membuat pemeriksaan yang layak jika informasi nampak seperti
ada kesalahan, tidak sempurna, atau plin-plan baik di bagian depannya atau atas
dasar lain fakta tidak diketahui oleh suatu anggota. Jika hukum perpajakan atau
peraturan memaksakan suatu kondisi dengan rasa hormat, seperti
pemeliharaan buku dan arsip atau memperkuat dokumentasi wajib pajak untuk
mendukung pengurangan yang dilaporkan ke kantor pajak, suatu anggota perlu membuat
pemeriksaan yang sesuai untuk menentukan kondisi yang dijumpai untuk memberi
kepuasan kepada wajib pajak. Ketika menyiapkan suatu kembalian pajak, suatu
anggota perlu mempertimbangkan informasi yang benar dari pajak kembalian
wajib pajak lain jika informasi berkait dengan pajak kembalian dan
pertimbangannya pajak kembalian itu. Di dalam menggunakan informasi seperti
itu, suatu anggota perlu mempertimbangkan batasan-batasan yang dikenakan oleh
hukum atau aturan manapun yang berkenaan dengan kerahasiaan.
4. Statement on
Responsibilities in Tax Services No. 4, Use of Estimates (Penggunaan
Estimasi)
Kecuali
jika yang dilarang oleh undang-undang atau menurut peraturan, suatu anggota
boleh menggunakan taxpayer’s untuk menaksir persiapan suatu pajak kembalian
jika itu bukanlah praktis untuk memperoleh data tepat dan jika anggota
menentukan bahwa perkiraan yang layak adalah didasarkan pada keadaan dan fakta
saat itu yang diperlihatkan kepada anggota. Jika perkiraan dengan taxpayer’s
digunakan, mereka harus diperlihatkan dengan suatu cara yang tidak menyiratkan
ketelitian lebih besar disbanding yang ada.
5. Statement on
Responsibilities in Tax Services No. 5, Departure From a Position Previously
Concluded in an Administrative Proceeding or Court Decision (Keberangkatan
dari suatu posisi yang sebelumnya disampaikan di dalam suatu kelanjutan
administrative atau keputusan pengadilan)
Pajak
Kembalian berkenaan dengan memposisikan suatu item ketika ditentukan di dalam
suatu kelanjutan administratif atau keputusan pengadilan/lingkungan tidak
membatasi suatu anggota merekomendasikan dari suatu pajak yang berbeda,
kemudian memposisikannya kembali, kecuali jika wajib pajak dalam pemeriksaan.
Oleh karena itu, ketika disiapkan dalam bentuk Statement onResponsibilities in
Tax Services No.1, pajak kembalian diposisikan, anggota boleh merekomendasikan
sebuah pajak kembalian untuk memposisikan atau menyiapkan suatu pajak kembalian
yang memerlukan pemeriksaan dari suatu item ketika disimpulkan untuk suatu
kelanjutan administratif atau meramahi keputusan berkenaan dengan suatu kembali
wajib pajak.
6. Statement on
Responsibilities in Tax Services No. 6, Knowledge of Error: Return
Preparation(Pengetahuan Kesalahan: Persiapan Kembalian)
Suatu
anggota perlu menginformasikan kepada wajib pajak dengan segera atas suatu
kesalahan di dalam suatu pajak kembalian yang disimpan atau ketika sadar
akan kegaalan suatu taxpayer’s untuk memfile suatu kembalian yang
diperlukan. Seorang anggota perlu merekomendasikan ukuran yang diambil untuk
melakukan koreksi, seperti rekomendasi yang diberi dengan lisan. Anggota
tidaklah diwajibkan untuk menginformasikannya untuk mengenakan pajak otoritas,
dan suatu anggota tidak boleh melakukannya tanpa ijintaxpayer’s, kecuali ketika
yang diperlukan di depan hukum. Jika suatu anggota diminta untuk kembalian
untuk tahun sekarang dan wajib pajak belum mengambil tindakan yang sesuai untuk
mengoreksi suatu kesalahan utama di dalam suatu tahun kembalian, anggota perlu
mempertimbangkan apakah untuk menarik dari menyiapkan kembalian itu dan apakah
suatu professional melanjutkan hubungan atau hubungan ketenaga-kerjaan dengan
wajib pajak itu. Jika anggota menyiapkan, seperti itu kembalian tahun ini,
anggota perlu mengambil langkah-langkah layak untuk memastikan bahwa kesalahan
itu tidaklah diulangi.
7. Statement on
Responsibilities in Tax Services No. 7, Knowledge of Error: Administrative
Proceedings (Pengetahuan Kesalahan: Cara kerja administrasi)
Jika
suatu anggota sedang mewakili suatu wajib pajak di dalam administratifnya untuk
suatu kembalian yang berisi suatu kesalahan, maka anggota perlu
menginformasikannya kepada wajib pajak itu. Anggota perlu merekomendasikan
ukuran yang akan diambil untuk mengoreksinya, yang mungkin diberi dengan lisan.
Suatu anggota bukan diwajibkan untuk menginformasikan hal itu mengenakan pajak
otoritas maupun mengijinkan untuk melakukannya tanpa ijin tax payer’s, kecuali
jika yang diperlukan di depan hukum. Suatu anggota perlu meminta persetujuan
tax payer’s untuk menyingkapkan kesalahan kepada pajak authority.
8. Statement on
Responsibilities in Tax Services No. 8, Form and Content of Advice to
Taxpayers(Format dan isi nasihat pada klien)
Suatu
anggota perlu menggunakan pertimbangan untuk memastikan bahwa petunjuk pajak
yang disajikan ke suatu wajib pajak mencerminkan kemampuan/ wewenang
profesional dan sewajarnya melayani kebutuhan taxpayer’s. Suatu anggota
tidaklah diperlukan untuk mengikuti suatu bentuk standar atau petunjuk dalam
berkomunikasi lisan atau tertulisdalam memberi petunjuk kepada suatu wajib
pajak. Suatu anggota perlu berasumsi bahwa petunjuk pajak yang disajikan ke
suatu wajib pajak akan mempengaruhi cara di mana berbagai hal atau transaksi
yang akan dipertimbangkan. Oleh karena itu, untuk semua petunjuk pajak
diberikan kepada suatu wajib pajak, suatu anggota perlu mengikuti aturan yang
baku dalam Statement on Responsibilities in Tax Services No. 1. Suatu anggota
tidak punya kewajiban untuk berkomunikasi dengan suatu wajib pajak ketika
pengembangan yang berikutnya mempengaruhi petunjuk yang sebelumnya menyajikan
berbagai hal penting, kecuali sedang membantu seorang wajib pajak di
dalam menerapkan prosedur atau rencana yang berhubungan dengan petunjuk
menyajikan atau ketika suatu anggota melakukan kewajiban ini dengan persetujuan
spesifik.
2.3
Kompleksitas Aturan Perpajakan vs Tuntutan Klien
Pajak
secara klasik memiliki dua fungsi. Pertama, fungsi bugeter. Kedua, fungsi
reguleren. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 ayat 2,
disebutkan bahwa “segala pajak untuk keperluan negara
berdasarkan undang-undang.” Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa
pajak memiliki fungsi yang luas antara lain sebagai sumber pendapatan negara
yang utama, pengatur kegiatan ekonomi, pemerataan pendapatan masyarakat, dan
sebagai sarana stabilisasi ekonomi. Kalau kita lihat APBN, pajak selalu
dituntut untuk bertambah dan bertambah.
Pemerintah
harus memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara. Dalam struktur
anggaran negara, seperti halnya negara kita bisa mencapai 75% diperoleh dari
pajak. Kondisi inilah yang memicu pemerintah untuk membuat aturan-aturan
perpajakan. Aturan perpajakan merupakan masalah yang sebaiknya menjadi
prioritas bagi pemerintah supaya tidak terjadi tax avoidance. Berikut ini
beberapa kasus yang mencerminkan kompleksitas aturan perpajakan vs tuntutan
klien :
·
Pajak Ganda pada Dividen
Secara
teori Indonesiamenganut klasikal sistem. Artinya, ada pembedaan subyek pajak.
Yaitu subyek pajak badan dan subjek pajak perseorangan. Yang bermasalah dalam
pajak dividen adalah terjadi economic double taxation. Pengertiannya,
sebelum dividen dibagi kepada pengusaha, laba tersebut merupakan laba
perusahaan yang dikenakan pajak, atau disebut pajak korporat. Namun, ketika
dibagi lagi kepada pemegang saham di korporat, pemegang saham itu harus dikenakan
pajak lagi. Inilah yang disebut sebagai pajak ganda. Sebagai
perbandingan,Malaysia dan Singapura tidak lagi menggunakan pajak atas dividen.
Mereka menggunakan kredit sistem. Yakni, pajak yang bisa dikreditkan kepada
para pemegang saham di korporat. Sehingga, korporat hanya dimaknai sebagai
sarana. Subyek pajak tetap melekat pada pribadi. Tak ada lagi pajak ganda yang
membebani.
·
Sengketa Pajak
Kalau
terjadi dispute, yakni hitungan wajib pajak (WP) dengan petugas pajak berbeda.
Pada UU KUP 2000 kewenangan aparat fiscus terlalu luas. Jika terjadi sengketa
SPT, maka apapun yang akan dipakai adalah hitungan aparat pajak, dan hitungan
itu harus dibayar lebih dahulu oleh WP sebesar 50 persen dari hitungan petugas
pajak sebelum bisa dibawa kepada pengadilan pajak. Kalau hitungan WP yang
dinyatakan pengadilan benar maka WP berhak menerima restitusi. Namun, uang
restitusi itu kenyataannya tidak segera dibayarkan oleh fiscus.
Jika
uang restitusi jumlahnya milyaran jelas saja mengganggu cash
flow para pengusaha. Inilah persoalan dalam dispute antara WP dengan
aparat pajak. Untungnya, dalam UU KUP 28/2007 perhitungan SPT ditentukan secara
bersama-sama. Jika ada perbedaan klaim angka, maka yang lebih dahulu dipakai
adalah klaim WP. Sebelum masuk ke pengadilan pajak, WP hanya cukup membayar
sebesar 50 persen dari klaim hitungan WP sendiri.
·
Tarif Pajak yang tinggi
Ketua Tax Centre UI, Tafsir Nurchamid dan pengusaha Anton J Supit mengatakan bahwa tarif yang tinggi kalau diturunkan punya dampak pada seretnya penerimaan negara. Padahal disaat yang sama pendapatan negara itu sebagian besar ditujukan untuk membayar hutang dan obligasi rekap. Meskipun semestinya menurut Anton J Supit penerimaan dari pajak itu digunakan untuk membangun infrastruktur.
Banyak
kalangan perpajakan seperti Permana Agung, Gunadi, dan Haula Rusdiana
mengatakan sebaiknya ada kebijakan untuk membuat tarif menjadi lebih rendah.
Selain lebih kompetitif bagi dunia usaha, pajak yang rendah dianggap justru
akan meningkatkan penerimaan negara karena semakin banyaknya potensi pajak yang
terjaring. Satu triliun dari seratus orang jauh lebih baik ketimbang satu
triliun hanya dari sepuluh pembayar pajak.
Tarif
yang tinggi membuat yang bayar menjadi sedikit. Sehingga membuat banyak orang
yang lain lebih sering menghindar dan kucing-kucingan dengan petugas pajak.
Dalam pikiran mereka, sekali Anda punya NPWP sampai mati Anda akan dikejar oleh
aparat pajak. Prinsip ini membuat mereka kalau bisa selalu baku atur atau main
belakang dengan fiscus.
Daftar pustaka ;
James A. Hall, Thomson
Audit dan Assurance Teknologi Informasi 2 (ed. 2)
Mulyadi dan
Puradireja, 2002: 26. Dalam SPAP IAI, 2001: 220.1
Rahmawati.
2008. Handout Etika Bisnis dan Profesi untuk Akuntan. FE: UNS
http://diaryintan.wordpress.com/2010/11/25/etika-dalam-auditing-independensi-tanggung-jawab-auditor-dll/