PENULISAN
2 ETIKA PROFESI AKUNTANSI
Nama : Abubakar Zulfikri
Npm : 20211055
Kelas : 4EB07
Penulisan
2 Etika Dalam Kantor Akuntan Publik
1.
Etika Bisnis Akuntan Publik
Kode etik Ikatan Akuntansi Indonesia dimaksudkan sebagai
panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan
publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di
lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung jawab profesionalnya.
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung jawabnya dengan standar
profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi
kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat 4 kebutuhan
dasar yang harus dipenuhi, yaitu kredibilitas, profesionalisme,kualitas jasa
dan kepercayaan. Kode etik Ikatan Akuntansi Indonesia terdiri dari 3 bagian,
yaitu prinsip etika, aturan etika, dan interpretasi aturan etika.
Secara garis besar pengertian etika adalah aturan tentang
baik dan buruk. Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia
diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan
Indonesia yang merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan
pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi
dan juga dengan masyarakat. Selain itu dengan kode etik akuntan juga merupakan
alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada
umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui
serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi.
Dalam
menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik
profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia yang merupakan tatanan
etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk
berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat.
Selain itu dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk
klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas
atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika
sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Kasus enron, xerok, merck,
vivendi universal dan bebarapa kasus serupa lainnya telah membuktikan bahwa etika sangat diperlukan dalam bisnis.
Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik.
Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung jawab utama
dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi
kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat
merugikan.
Baru-baru
ini salah satu badan yang memiliki fungsi untuk menyusun dan mengembangkan
standar profesi dan kode etik profesi akuntan publik yang berkualitas dengan
mengacu pada standar internasional, yaitu Institut Akuntan Publik Indonesia
(IAPI) telah mengembangkan dan menetapkan suatu standar profesi dan kode etik
profesi yang berkualitas yang berlaku bagi profesi akuntan publik di Indonesia.
Prinsip etika akuntan atau kode etik akuntan itu sendiri meliputi delapan butir
pernyataan (IAI, 1998, dalam Ludigdo, 2007). Ke-8 butir pernyataan tersebut
merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan. 8 Butir
tersebut terdeskripsikan sebagai berikut :
1.
Tanggung Jawab Profesi (Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional,
setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional
dalam semuakegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai
peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota
mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota
juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota
untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan
menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha
kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi
profesi)
2.
Kepentingan Publik (Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak
dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan
menunjukan komitmen atas profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi
adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran
yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri
dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia
bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan
integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib.
Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan
publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan
institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini
menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya
mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara. Kepentingan utama
profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa
akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan
etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua
anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan
yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan
dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi)
3.
Integritas (Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap
anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi
mungkin. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya
pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan
publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan
yang diambilnya. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain,
bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima
jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan
pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan
pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip)
4.
Objektivitas (Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari
benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya
adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota.
Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur
secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan
kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai
kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai
situasi. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan,
serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan
sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam
kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah.
Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi.
Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya
dan memelihara obyektivitas)
5.
Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional (Setiap anggota harus melaksanakan
jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta
mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan
profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau
pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling
mutakhir. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya,
demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi
kepada publik. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota
seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang
tidak mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan
pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang
anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal
penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota
wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih
kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing
masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan
memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya)
6.
Kerahasiaan (Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang
diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau
mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau
kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Kepentingan umum dan
profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan
didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban
kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh
selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan. Anggota
mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau
pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya.
Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien
atau pemberi jasa berakhir)
7.
Perilaku Profesional (Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan
reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan
profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada
penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan
masyarakat umum)
8.
Standar Teknis (Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai
dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan
keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan
dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar
professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan
pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan)
2.
Tanggung Jawab Sosial Kantor Akuntan Publik Sebagai Entitas Bisnis
Gagasan
bisnis kontemporer sebagai institusi sosial dikembangkan berdasarkan pada persepsi
yang menyatakan bahwa bisnis bertujuan untuk memperoleh laba. Persepsi ini
diartikan secara jelas oleh Milton Friedman yang mengatakan bahwa tanggung
jawab bisnis yang utama adalah menggunakan sumber daya dan mendesain tindakan
untuk meningkatkan laba mengikuti aturan main bisnis. Dengan demikian, bisnis
tidak seharusnya diwarnai dengan penipuan dan kecurangan. Pada struktur
utilitarian diperbolehkan melakukan aktivitas untuk memenuhi kepentingan
sendiri. Untuk memenuhi kepentingan pribadi, setiap individu memiliki cara
tersendiri yang berbeda dan terkadang saling berbenturan satu sama lain.
Menurut Smith, mengejar kepentingan pribadi diperbolehkan selama tidak
melanggar hukum dan keadilan atau kebenaran. Bisnis harus diciptakan dan
diorganisasikan dengan cara yang bermanfaat bagi masyarakat.
Sebagai
entitas bisnis layaknya entitas-entitas bisnis lain, Kantor Akuntan Publik juga
dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk
“uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya, pada Kantor Akuntan Publik juga
dituntut akan suatu tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Namun, pada Kantor
Akuntan Publik bentuk tanggung jawab sosial suatu lembaga bukanlah pemberian
sumbangan atau pemberian layanan gratis. Tapi meliputi ciri utama dari profesi
akuntan publik terutama sikap altruisme, yaitu mengutamakan kepentingan publik
dan juga memperhatikan sesama akuntan publik dibanding mengejar laba
3.
Krisis Dalam Profesi Akuntansi
Krisis
dalam Profesi akuntan publik di Indonesia diperkirakan akan terjadi dalam
sepuluh tahun ke depan, disebabkan karena semakin minimnya SDM akibat kurangnya
minat generasi muda terhadap profesi tersebut.
Berdasarkan
data Ikatan Akuntan Publik (IAI), sedikitnya 75% akuntan publik yang berpraktek
di Indonesia berusia di atas 55 tahun. Kondisi ini, tentunya akan mengancam
eksistensi profesi akuntan publik di Tanah Air karena tidak ada regenerasi
kepada kaum muda. Padahal, seiring dengan semakin berkembangnya pertumbuhan
industri di Indonesia, jasa akuntan semakin dibutuhkan. Apabila keadaan ini
tidak bisa diatasi, maka diperkirakan dalam sepuluh tahun ke depan, profesi
akuntan terancam mati. Padahal semakin ke depan profesi ini akan sangat
menjanjikan karena pesatnya pertumbuhan industri. Pelaksanaan ekonomi di negeri
ini ditunjang fungsi akuntan publik oleh karena itupemerintah mendesak RUU
Akuntan Publik guna segera disahkan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat).
Melalui
RUU akuntan publik ini, negara ingin mengatur peran dan bagaimana akuntan
publik bekerja. Pasalnya, saat ini terjadi ketimpangan dalam dunia akuntan
publik. Dari 16 ribu perusahaan yang selalu diaudit shatiap tahun, 70 persennya
hanya diaduit oleh 4 akuntan publik. Sisanya lebih dari 400 akuntan publik dan
600 orang akuntan bekerja.
Undang
Undang itu juga mengatur bagaimana profesi akuntan itu bisa mendapatkan
perhatian dan pembinaan, mulai dari ijin, menentukan standar akuntansi juga
mengawasi kode etik.Izin akuntan publik tetap dari pemerintah, dan kemudian
nantinya akan ada sebuah komite yang dibentuk yang terdiri dari perwakilan
pemerintah, asosiasi, dan emiten yang akan mengawasi dan membina dalam
pelaksanaan pekerjaan akuntan publik.
Dengan
undang-undang ini juga diharapkan setiap akuntan publik bisa bekerja secara
profesional. Kedepannya Kementerian Keuangan, dalam hal ini adalah Direktorat
Jenderal Pajak mempercayakan audit laporan keuangan perusahaan itu kepada
akuntan publik. Jadi nantinya bagi setiap wajib pajak yang laporan keuangannya
sudah diaudit oleh akuntan publik dan statusnya baik, maka laporan keuangan itu
tidak akan diperiksa lagi oleh Ditjen
Pajak
karena akuntan publik dipercaya mampu
dan dapat memberikan laporan yang benar sehingga dengan demikian Ditjen Pajak
hanya tinggal berfokus pada perusahaan yang memang bermasalah
Permasalahan-permasalahan
yang dihadapi oleh Akuntan, sebagai berikut:
1.
Berkaitan dengan earning management
2.
Pemerikasaan dan penyajian terhadap masalah akuntansi
3.
Berkaitan dengan kasus-kasus yang dilakukan oleh akuntan pajak untuk menyusun
laporan keuangan agar pajak tidak menyimpang dari aturan yang ada.
4.
Independensi dari perusahaan dan masa depan independensi KAP. Jalan pintas
untuk menghasilkan uang dan tujuan praktek selain untuk mendapatkan laba.
5.
Masalah kecukupan dari prinsip-prinsip diterima umum dan asumsi-asumsi yang
tersendiri dari prinsip-prinsip yang mereka gunakan akan menimbulkan dampak
etika bila akuntan tersebut memberikan gambaran yang benar dan akurat.
4.
Regulasi Dalam Rangka Penegakan Etika Kantor Akuntan Publik
Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) sebagai satu-satunya organisasi profesi akuntan di
Indonesia telah berupaya untuk melakukan penegakan etika profesi bagi akuntan
publik. Untuk mewujudkan perilaku profesionalnya, maka IAI menetapkan kode etik
Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik tersebut dibuat untuk menentukan standar
perilaku bagi para akuntan, terutama akuntan publik.
Kode
etik IAI terdiri dari:
1.Prinsip
etika, terdiri dari 8 prinsip etika profesi yang merupakan landasan perilaku
etika profesional, memberikan kerangka dasar bagi aturan etika dan mengatur
pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota yang meliputi tanggung
jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektivitas, kompetensi dan
kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar
teknis.
2.Aturan
Etika Kompartemen Akuntan Publik, terdiri dari independen, integritas dan
objektivitas, standar umum dan prinsip akuntansi, tanggung jawab kepada klien,
tanggung jawab kepada rekan seprofesi, serta tanggung jawab dan praktik lain.
3.Interpretasi
Aturan Etika, merupakan panduan dalam menerapkan etika tanpa dimaksudkan untuk
membatasi lingkup dan penerapannya.
Di
Indonesia penegakan kode etik dilaksanakan oleh sekurang-kurangnya enam unit
organisasi, yaitu Kantor Akuntan Publik, Unit Peer Review Kompartemen Akuntan
Publik IAI, Badan Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik IAI, Dewan
Pertimbangan Profesi IAI, Departemen Keuangan RI, dan BPKP. Selain keenam unit
organisasi tadi, pengawasan terhadap kode etik diharapkan dapat dilakukan
sendiri oleh para anggota dan pimpian KAP.
Meskipun
telah dibentuk unit organisasi penegakan etika sebagaimana disebutkan di atas,
namun demikian pelanggaran terhadap kode etik ini masih ada. Dapat disimpulkan
bahwa meskipun IAI telah berupaya melakukan penegakan etika profesi bagi
akuntan, khususnya akuntan publik, namun demikian sikap dan perilaku tidak etis
dari para akuntan publik masih tetap ada.
·
Perkembangan Terakhir Dalam Etika Bisnis
dan Profesi
Berikut
ini adalah pembahasan tentang bagaimana perkermbangan terakhir dalam etika
bisnis dan profesi. Menurut para ahli etika tidak lain adalah aturan perilaku,
adat pergaulan manusia dalam pergaulan antar sesamanya dan menegaskan mana yang
benar dan mana yang buruk. Kata Etika sendiri berasal dari kata “ETHOS” dari
bangsa Yunani yang memiliki arti nilai – nilai, norma – norma, kaidah dan
ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik, seperti yang didefinisikan oleh
bebrapa ahli sebagai berikut :
-
Drs. O.P Simorangkir
Etika
atau etik sebagai pandangan manusia dalam berperilaku menurut ukuran dan nilai
yang
Baik
-
Drs. Sidi. Gajalba dan Sistematika
filsafat
Etika
adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik
dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal
-
Drs. H. Burhanudin Salam
Cabang
filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku
manusia dalam hidupnya.
Perkembangan
Etika tersebut sudah melewati beberapa fase, yaitu :
1.Etika
Teologis
Pada
perkembangan generasi pengertian pertama, semua sistem etika berasal dari
sistem ajaran agama.Semua agama mempunyai ajaran-ajarannya sendiri-sendiri
tentang nilai-nilai, sikap, dan perilaku yang baik dan buruk sebagai pegangan
hidup bagi para penganutnya.Karena itu, ajaran etika menyangkut pesan-pesan
utama misi keagamaan semua agama, dan semua tokoh agama atau ulama, pendeta,
rahib, monk, dan semua pemimpin agama akrab dengan ajaran etika itu.Semua rumah
ibadah diisi dengan khutbah-khutbah tentang ajaran moral dan etika keagamaan
masing-masing.
Bagi
agama-agama yang mempunyai kitab suci, maka materi utama kitab-kitab suci itu
juga adalah soal-soal yang berkaitan dengan etika.Karena itu, perbincangan
mengenai etika seringkali memang tidak dapat dilepas dari ajaran-ajaran agama.
Bahkan dalam Islam dikatakan oleh nabi Muhammad saw bahwa “Tidaklah aku diutus
menjadi Rasul kecuali untuk tujuan memperbaiki akhlaq manusia”. Inilah misi
utama kenabian Muhammad saw.
2.Etika
Ontologis
Dalam
perkembangan kedua, sistem etika itu lama kelamaan juga dijadikan oleh para
filosof dan agamawan sebagai objek kajian ilmiah.Karena filsafat manusia sangat
berkembang pembahasannya mengenai soal-soal etika dan perilaku manusia ini.Karena
itu, pada tingkat perkembangan pengertian yang kedua, etika itu dapat dikatakan
dilihat sebagai objek kajian ilmiah, objek kajian filsafat.Inilah yang saya
namakan sebagai tahap perkembangan yang bersifat ontologis.Etika yang semula
hanya dilihat sebagai doktrin-doktrin ajaran agama, dikembangkan menjadi
‘ethics’ dalam pengertian sebagai ilmu yang mempelajari sistem ajaran moral.
3.Etika
Positivist
Dalam
perkembangan selanjutnya, setidaknya dimulai pada permulaan abad ke 20, orang
mulai berpikir bahwa sistem etika itu tidak cukup hanya dikaji dan dikhutbahkan
secara abstrak dan bersifat umum, tetapi diidealkan agar ditulis secara konkrit
dan bersifat operasional. Kesadaran mengenai pentingnya penulisan dalam suatu
bentuk kodifikasi ini dapat dibandingkan dengan perkembangan sejarah yang
pernah dialami oleh sistem hukum pada abad ke-10 di zaman khalifah Harun
Al-Rasyid atau dengan muncul pandangan filsafat Posivisme Auguste Comte pada
abad ke 18 yang turut mempengaruhi pengertian modern tentang hukum positif.
Dalam
perkembangan generasi ketiga ini, mulai diidealkan terbentuknya sistem kode
etika di pelbagai bidang organisasi profesi dan organisasi-organisasi publik.
Bahkan sejak lama sudah banyak di antara organisasi-organisasi kemasyarakatan
ataupun organisasi-organisasi profesi di Indonesia sendiri, seperti Ikatan
Dokter Indonesia, dan lain-lain yang sudah sejak dulu mempunyai naskah Kode
Etik Profesi. Dewasa ini, semua partai politik juga mempunyai kode etik
kepengurusan dan keanggotaan.Pegawai Negeri Sipil juga memiliki kode etika
PNS.Inilah taraf perkembangan positivist tentang sistem etika dalam kehidupan
publik.Namun, hampir semua kode etik yang dikenal dewasa ini, hanya bersifat
proforma.Adanya dan tiadanya tidak ada bedanya.Karena itu, sekarang tiba
saatnya berkembang kesadaran baru bahwa kode etika-kode etika yang sudah ada
itu harus dijalankan dan ditegakkan sebagaimana mestinya.
4.Etika
Fungsional Tertutup
Tahap
perkembangan generasi pengertian etika yang terakhir itulah yang saya namakan
sebagai tahap fungsional, yaitu bahwa infra-struktur kode etika itu disadari
harus difungsikan dan ditegakkan dengan sebaik-baiknya dalam praktik kehidupan
bersama. Untuk itu, diperlukan infra-struktur yang mencakup instrumen aturan
kode etik dan perangkat kelembagaan penegaknya, sehingga sistem etika itu dapat
diharapkan benar-benar bersifat fungsional. Dimana-mana di seluruh dunia, mulai
muncul kesadaran yang luas untuk membangun infra struktur etik ini di
lingkungan jabatan-jabatan publik. Bahkan pada tahun 1996, Sidang Umum PBB
merekomendasikan agar semua negara anggota membangun apa yang dinamakan “ethics
infra-structure in public offices” yang mencakup pengertian kode etik dan
lembaga penegak kode etik.
Itu
juga sebabnya maka di Eropa, di Amerika, dan negara-negara lain di seluruh
penjuru dunia mengembangkan sistem kode etik dan komisi penegak kode etik itu.
Tidak terkecuali kita di Indonesia juga mengadopsi ide itu dengan membentuk
Komisi Yudisial yang dirumuskan dalam Pasal 24B UUD 1945 dalam rangka Perubahan
Ketiga UUD 1945 pada tahun 2001. Bersamaan dengan itu, kita juga membentuk
Badan Kehormatan DPR, dan Badan Kehormatan DPD, dan lain-lain untuk maksud membangun
sistem etika bernegara. Pada tahun 2001, MPR-RI juga mengesahkan Ketetapan MPR
No. VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
5.Etika
Fungsional Terbuka
Namun
demikian, menurut Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu 2012-2017 ini,
semua infra-struktur kode etik dan sistem kelembagaan penegakan etika tersebut
di atas dapat dikatakan sama sekali belum dikonstruksikan sebagai suatu sistem
peradilan etika yang bersifat independen dan terbuka sebagaimana layaknya
sistem peradilan modern. Persoalan etika untuk sebagian masih dipandang sebagai
masalah private yang tidak semestinya diperiksa secara terbuka. Karena itu,
semua lembaga atau majelis penegak kode etika selalu bekerja secara tertutup
dan dianggap sebagai mekanisme kerja yang bersifat internal di tiap-tiap
organisasi atau lingkungan jabatan-jabatan publik yang terkait. Keseluruhan
proses penegakan etika itu selama ini memang tidak dan belum didesain sebagai
suatu proses peradilan yang bersifat independen dan terbuka.
Etika
dalam dunia bisnis diperlukan untuk menjaga hubungan baik dan fairness dalam
dunia bisnis. Etika bisnis mencapai status ilmiah dan akademis dengan identitas
sendiri, pertama kali timbul di amerika srikat pada tahun 1970-an. Untuk
memahami perkembangan etika bisnis De George membedakannya kepada lima periode
1.
Situasi Dahulu
Pada
awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain
menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara
dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur. Pada
masa ini masalah moral disekitar ekonomi dan bisnis disoroti dari sudut pandang
teologi.
2.
Masa Peralihan: tahun 1960-an
pada
saat ini terjadi perkembangan baru yang dapat disebut sbagai prsiapan langsung
bagi timbulnya etika bisnis. Ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas
di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan
terhadap establishment (kemapanan).. Pada saat ini juga timbul anti
konsumerisme. Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya
manajemen, yaitu dengan memasukan mata kuliah baru ke dalam kurikulum dengan
nama busines and society and coorporate sosial responsibility, walaupun masih
menggunakan pendekatan keilmuan yang beragam minus etika filosofis.
3.
Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an
terdapat
dua faktor yang mendorong kelahiran etika bisnis pada tahun 1970-an yaitu:
sejumlah
filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis
dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang
sedang meliputi dunia bisnis
terjadinya
krisis moral yang dialami oleh dunia bisnis.Pada saat ini mereka bekerja sama
khususnya dengan ahli ekonomi dan manejemen dalam meneruskan tendensi etika
terapan. Norman E. Bowie menyebutkan bahwa kelahiran etika bisnis ini
disebabkan adanya kerjasama interdisipliner, yaitu pada konferesi perdana
tentang etika bisnis yang diselanggarakan di universitas Kansas oleh philosophi
Departemen bersama colledge of business pada bulan November 1974.
4.
Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an
di
Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun
kemudian. Hal ini pertama-tama ditandai dengan semakin banyaknya perguruan
tinggi di Eropa Barat yang mencantumkan mata kuliah etika bisnis. Pada taun1987
didirkan pula European Ethics Nwork (EBEN) yang bertujuan menjadi forum
pertemuan antara akademisi dari universitas, sekolah bisnis, para pengusaha dan
wakil-wakil dari organisasi nasional dan nternasional.
5.
Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an
Etika
bisnis telah hadir di Amerika Latin , ASIA, Eropa Timur dan kawasan dunia
lainnya. Di Jepang yang aktif melakukan kajian etika bisnis adalah institute of
moralogy pada universitas Reitaku di Kashiwa-Shi. Di india etika bisnis
dipraktekan oleh manajemen center of human values yang didirikan oleh dewan
direksi dari indian institute of manajemen di Kalkutta tahun 1992. Telah
didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE)
pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
Di
indonesia sendiri pada beberapa perguruan tinggi terutama pada program
pascasarjana telah diajarkan mata kuliah etika bisnis. Selain itu bermunculan
pula organisasi-organisasi yang melakukan pengkajian khusus tentang etika
bisnis misalnya lembaga studi dan pengembangan etika usaha indonesia (LSPEU
Indonesia) di jakarta.
Daftar Pustaka:
Buku Pengantar Etika
Bisnis ; Prof. Dr. Kees Bertens, MSC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar